PENGARUH PENERAPAN METODE RESITASI KARTU RESUME TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATERI LAJU REAKSI KELAS XI DI SMAN 2 BUKITTINGGI

Standar

PENGARUH PENERAPAN METODE RESITASI KARTU RESUME TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATERI LAJU REAKSI KELAS XI DI SMAN 2 BUKITTINGGI

Nama         : Zettry

NIM           : 17514/2010

Prodi         : Pendidikan Kimia

Laju reaksi merupakan salah satu materi pembelajaran kimia kelas XI SMA. Pelaksanaan pembelajaran konvensional terhadap materi laju reaksi menyebabkan rendahnya aktivitas belajar. Hal ini menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Rendahnya aktivitas belajar yang terlihat dari ketidaksiapan siswa dalam menerima materi yang disampaikan guru merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil belajar. Pengetahuan awal yang diharapkan menjadi dasar dalam pembangunan pengetahuan baru tidak bisa dilakukan. Hal ini menyebabkan siswa merasa asing dengan materi yang disampaikan guru. Konsep-konsep teoritis dan percobaan materi laju reaksi mengharapkan pembelajaran aktif dari siswa. Dalam proses pembelajaran aktif, siswa mendominasi proses konstruksi pengetahuan. Salah satu bentuk pembelajaran aktif adalah metode resitasi kartu resume. Pelaksanaan metode resitasi membuat siswa aktif secara individu ataupun kelompok untuk membangun pengetahuan awal. Kemandirian, tanggung jawab, kreativitas, dan disiplin siswa dapat ditingkatkan melalui metode resitasi kartu resume.

Metode resitasi kartu resume adalah suatu metode pertanggungjawaban siswa terhadap tugas (kartu resume) yang diberikan guru. Proses pembuatan kartu resume dilakukan diluar proses pembelajaran. Dengan kata lain, eksplorasi telah dilaksanakan sebelum kelas dimulai. Sebagai tindakan resitasi, siswa melaksanakan presentasi dari hasil resume yang telah dibuat dan dilanjutkan dengan diskusi kelas.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Randomized Control-Group Posstest Only Desain.. Dimana populasi penelitian ini terdiri dari lima kelas dan diambil dua kelas sebagai sampel (eksperimen dan kontrol). Agar penelitian ini lebih terfokus, maka masalah yang akan diteliti dibatasi pada satu permasalahan saja yaitu hasil belajar siswa pada ranah kognitif  yang mencakup C1 (pengetahuan), C2 (pemahaman), dan C3 (penerapan), yang dilihat dari nilai tes akhir siswa pada materi pembelajaran laju reaksi di SMAN 2 Bukittinggi.

Pembimbing : Dra, Hj, Yustini Ma’aruf, M.Si dan Yerimadesi, S.Pd, M.Si

Zettry : Dampak senyawa posfat terhadap organisme dan kondisi perairan

Standar

Era globalisasi telah membuat berbagai pihak untuk berproduksi di berbagai bidang. Semua proses dilakukan untuk kehidupan dan kemudahan hidup masyarakat pada umumnya. Namun tanpa disadari, bahwa telah terjadi efek samping dari proses produksi tersebut. Tepatnya, telah terjadi pencemaran lingkungan akibat proses tersebut. Tak terbatas apakah itu pencemaran air, pencemaran udara ataupun pencemaran tanah. Salah satu penyebab pencemaran ini adalah pengkayaan nutrien fosfat dalam lingkungan perairan. Pengkayaan nutrien ini di sebut juga dengan kondisi eutrofikasi. Menurut Morse, et all bahwa penyumbang limbah fosfat terbesar adalah dari bidang pertanian dengan limbah organiknya. Limbah baku fosfat umumnya berbentuk polifosfat dan metafosfat. Seiring berjalannya waktu, polifosfat dan metafosfat ini akan mengalami proses hidrolisis dalam kondisi normal menjadi bentuk fosfat yang paling stabil, yaitu ortofosfat. Bentuk ortofosfat ini merupakan bahan organik siap pakai oleh fitoplankton lingkungan perairan. Dengan melimpahnya nutrien atau eutrofikasi akan menyebabkan terjadinya blooming atau peledakan populasi alga hijau di lingkungan perairan. Blooming ini akan membuat lapisan berwarna hijau di permukaan perairan dan akan menghalangi radiasi matahari masuk ke badan perairan sehingga akan menghambat proses anabolik fitoplankton dan akhirnya oksigen sebagai produk anabolik fotosintesis tersebut tidak akan terbentuk. Bahkan difusi oksigen dari udara bebas tidak akan terjadi karena terbatasi oleh suatu lapisan alga hijau tersebut. Sehingga kadar oksigen terlarut dalam air atau Dissolved Oxygen akan mengalami  penurunan dan akhirnya akan menyebabkan kematian bagi organisme air. Hal yang harus dilakukan sekarang adalah penemuan metode yang efektif untuk pengurangan konsentrasi fosfat dalam lingkungan perairan sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

THE EFFECTS OF PHOSFAT COMPOUND TO ORGANISM AND WATER CONDITION

Standar

THE EFFECTS OF PHOSFAT COMPOUND TO ORGANISM AND WATER CONDITION

Name   :           Zettry

In the globalization, there are many aspects is growthing up. All of them is for human life. Those are agliculture, medical, exploration of nature, etc produce phosphate waste. It’s mean the growthing process make a side effect, that is occur water contamination because the waste that contain phosphate compound. There are many method that have do to decrease the concentration of phosphate in the water. Like use haloisit soil, Actinomicetes, and use other microorganism. But, those method are not so effective to decrease the concentration of phosphate in the water. Because, if the concentration of dissolved phosphate is decrease, the precipitate of phosphate in the button of water will be dissolved. It’s because the condition of water is unsaturated and than that’s water will be saturated anymore. The higher quantities of phosphate will make the population of algae will increase, because orthophosphate as a main source of food for algae is exist in a lot quantity. Because of that, the growthing of algae is increase and its make blooming condition. Blooming condition will make a cover in the surface of water. Its make the light of sun will not radiate to the body of water. This condition make the fitoplankton can’t do anabolic process, that is fotosinthesis. So, there is no produce the oxygen and also there is no diffusion of oxygen from free air because the surface of water is covered by algae. Its make DO of water is decrease. That’s make the organism will be dead.

Realitas : Ketertarikan Adu Argumen Ras dan Agama

Standar

Indonesia…..Iya, inilah negara ku, dimana Aku melihat dunia, disinilah Aku, Indonesia. Negara yang sangat beragam, negara yang sangat kaya. Memang negara yang sangat kaya. Bicara luas wilayah negara, Indonesia ini tak ada apa-apanya dengan negara tetangga, Singapura. Singapura yang besar wilayahnya pun tak sampai sebesar pulau kecil Indonesia, seperti Batam.

Bicara tentang kaya, lihat saya apa yang menjadi kejaran orang asing untuk berbondong-bondong ke Papua. Emas..Emas..

Indonesia juga indah dengan keberagaman. Indah sekali. Keberagaman Agama; Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha, dapat hidup berdampingan dengan damainya dan juga keberagaman suku dan bahasa daerah yang sangat amat banyak

Namun entah kenapa, akhir-akhir ini Indonesia sibuk dengan permasalahan-permasalahan yang menurut saya tidak penting. Tidak penting ketimbang Indonesia menjadi negara maju layaknya Singapura. Saat negara-negara maju sibuk mengembangkan teknologi ini dan itu, Indonesia masih sibuk dengan ras dan agama. Indonesia masih sibuk dengan nista menista, perang argumen ras dan agama sana sini. Mungkin, saat negara lain sudah menginjak kehidupan baru yang luar biasa, Indonesia masih sibuk saling hujat ras dan agama. Itu dan masih tetap itu.

Jika saja energi kita yang terkuras untuk adu argumen di media sosial kita integrasikan untuk membuat sebuah hal baru untuk Indonesia yang lebih baik, mungkin tak lama lagi Indonesia ini akan menjadi negara yang lebih matang.

Sebab perang argumen hanyalah debat kusir yang tak berkesudahan. Tak berbuah hasil dan kesimpulan yang membangun. Akhirnya semua berpijak pada statement awal masing-masing. Ujung-ujungnya, lawan debat yang awalnya teman, berubah menjadi lawan.

Sekarang bagaimana kita sebaik mungkin mengendalikan diri., bertindak bijak di setiap media. Stop share konten yang nantinya akan berujung perdebatan. Stop share hal-hal berbau kontradiktif ras dan agama. Jangan mudah terpancing dengan media. Karena media find something memang dari sana, dari setiap klik yang kita lakukan.

 

Teori Tingkah Laku (Behaviorisme)

Standar

TEORI TINGKAH LAKU

Menurut sejarah, teori tingkah laku dimungkinkan sebagai bagian dari sistem pekerjaan magang, walaupun hal tersebut jarang dinyatakan secara tertulis, suatu pekerjaan magang dilakukan untuk dapat menguasai tugas-tugas tertentu. Franklin Bobbit (1918,1924) pertama kali membuat suatu proses yang tegas dalam bidang kurikulum. Setelah membuat rincian pengamatan terhadap aktivitas orang dewasa yang sukses, ia menterjemahkannya ke dalam bentuk khusus, daftar rincian tujuan-tujuan untuk aktivitas belajar siswa. WW Charters (1923) lebih menyaring kegiatan analisa proses ini dengan mendasarkannya pada tujuan-tujuan yang dibangun oleh cita-cita atau idaman masyarakat banyak. Pada tahun 1960-an dan 1970-an, kita lihat semangat ini menyala kembali dalam pergerakan teori tingkah laku yang menyebar luas oleh Mager (1962), Popham (Baker dan Popham 1973), dan lainnya. Teori tingkah laku dipandang sespecific pernyataan yang bertujuan untuk suatu hasil akhir atau tempat persinggahan perilaku, yang dinyatakan dalam bagian yang dapat diamati.

Untuk mengatakan “Siswa akan belajar penggunaan koma yang benar” maka hal tersebut tidak memiliki teori tingkah laku karena tidak ada waktu yang ditentukan sebelumnya, dapat diamati dan tidak ada hasil akhir dari kelakuan. Tujuannya seharusnya dibaca seperti ini “siswa akan mempertunjukkan pengetahuan dari lima aturan penggunaan koma (tentukan salah satunya) dengan menyatakan tersebut dan dengan benar memasukkan koma tersebut dalam kalimat dimana penggunaan koma diabaikan. Biasanya sebuah bagian dari pokok-pokok yang dijawab dengan akurat dan kondisinya dibawah dari jawaban yang disediakan dalam suatu rangkaian waktu tertentu, ditambahkan ke dalam spesifikasi tertentu.

Anjuran

Teori tingkah laku diniatkan untuk menanggulangi adanya ketidakjelasan oleh sasaran global. Jika guru menyatakan teori tingkah laku untuk semua pelajaran yang mereka ajarkan, mereka akan menjelaskan dan lebih menegaskannya tentang apa yang mereka lakukan. Selain itu, para guru akan mengomunikasikannya secara akurat dengan para orang tua, pengamat, dan para siswa tentunya tentang apa yang mereka maksud untuk ajarkan. Denagn menyatakan sasaran berprilaku, hal itu lebih mudah untuk mengevaluasinya karena hal tersebut datangnya jelas apa yang akan dikenali sebagai bukti akan hasil yang dicapai dari sasaran atau tujuan-tujuan itu. Jadi, teori tingkah laku memberikan sumbangan yang besar untuk dapat dijelaskan.

Berkaitan dengan kerja dari Bejamin Bloom (1956), David Krathwohl (1964), dan yang lainnya, penulis teori tingkah laku mampu untuk menetapkan level atau tingkatan dari fungsi kognitif dan afektif. Bloom mengembangkan sebuah taksonomi teori tingkah laku dalam bidang kognitif yang bergerak melalui enam fasa dari yang lebih kecil ke yang lebih besar kerumitannya, menarik kembali atau mengingat, pemahaman, mengaplikasikan, menganalisa, mensintesis dan mengevaluasi. Dengan cara yang sama, Krathwohl dan yang lainnya mengembangkan sebuah hirarki afektif atau hirarki emosional yang dimulai dengan menerima dan gerakkan melalui merespon atau menjawab, menilai, mengorganisasikan (dimana merasakan hubungan antar nilai), untuk sebuah nilai yang lebih kompleks (dimana berhubungan dengan pandangan dunia dan filosofi hidup). Anita Harrow (1972) mengembembangkan sebuah taksonomi psikomotor yang bergerak melalui mengamati, imitasi atau meniru, mempraktikkan, dan mengadaptasikan. Pekerjaan rutin yang berlangsung di akhir tahun 1960-an dan 1970an ini selesai menuliskan teori tingkah laku pada tingkat yang lebih tinggi dalam daerah taksonomi, dengan cara yang demikian usaha untuk menyediakan keluasan yang lebih besar dan untuk mendalamkan kurikulum yang sering kali berfokus pada tingkatan yang lebih rendah terhadap proses mengingat kembali, menerima dan mengamati.

Kritikan

Travers (1980) menentang adanya ketidaksesuaian taksonomi model biologi, ilmu pengetahuan, dan tidak membenarkan dalam pemberian nama yang cukup. Tujuan lain untuk taksonomi karena taksonomi tersebut tidak tepat memisahkan aspek yang digabungkan dari fungsi manusia. Dengan kata lain, hal ini menyebabkan para ahli guru dan kurikulum untuk merasakan siswa-siswa mereka sendiri sebagai suatu yang memisahkan bagian afektif atau kognitif atau psikomotor. Seorang guru mungkin percaya bahwa sebuah pelajaraan adalah suatu penilaian kognitif dan mengabaikan konsekuensi afektif dan tujuan afektifnya, misalnya. Hal ini tentu saja bukan maksud dari Bloom, Krathwohl dan yang lainnya yang secara asli mengembangkan taksonomi sebagai sebuah alat menganalisa untuk membantu para peneliti dan para pelaksana untuk dapat melihat secara lebih luas terhadap hubungan antara toeri pendidikan dan proses rumit dari fungsi kognitif dan afektif.

Sebuah kritikan yang lebih luas lagi terhadap teori tingkah laku datang di luar taksonomi untuk gaya dan asumsi-asumsi taksonomi tersebut. Staunch, penasehat teori tingkah laku menganggap bahwa pembelajaran bisa dipisahkan menjadi komponen yang tersendiri, hal ini tidak dianalisa secara keseluruhan dan tiap menit bisa diatur dengan yang berurusan. John Goodlad menyatakan bahwa tidak ada akibat yang logis ataupun pembenaran tentang ilmu asal untuk melakukan analisa tersebut (1978). Jika dalam faktanya memungkinkan untuk membuat daftar-daftar semua pembelajaran termasuk proses belajar, satu tindakan membaca sebuah kalimat secara lisan, akan melibatkan sebuah pertunjukkan pembelajaran yang banyak. Hal ini membuat tugas untuk mendaftarkan secara akurat pada pembelajaran dari sebuah pelajaran atau sehari yang tidak dapat diatasi, dibiarkan sendiri untuk semua siswa di sekolah selama satu tahun.

Masalah lainnya adalah terkait waktu dan masa sebelum dirincikan. Kita sering tidak mengetahui dan tidak bisa mengantisipasi bagaimana ilmu pengetahuan atau pengalaman baru akan cocok dengan daftar akumulasi pengetahuan pelajar sebelumnya. Beberapa pelajar, yang berharap perlakuan yang besar, tidak sepenuhnya menyadari sampai pengaturan kelas ditahun selanjutnya.

Akhirnya, bagaimana bisa kemahiran nilai-nilai, pemahaman, sikap-sikap, dan penghargaan dapat menjelaskan secara lengkap pada bagian perilaku yang dapat diamati?hal tersebut merupakan bahan kesadaran bukan kebiasaan belaka. Bahkan jika beberapa nila-nilai dan sikap-sikap bisa dimasukkan atau digabungkan ke dalam kurikulum yang jelas, terlebih pengajaran dan pembelajaran melalui kurikulum yang kabur dan kemudian tidak bisa dispesifikasikan sebelumnya.

Sepupu dekat atas teori tingkah laku adalah program berdasarkan kemampuan, teori penampilan, analisa kerja, dan petunjuk atau instruksi yang berorientasikan hasil. Kesemuanya itu terdengar dikritik oleh Atkin, Stake, Stenhouse, Eisner dan yang lainnya di Hamilton et al (1977). Beberapa teknik juga disumsikan atau dianggap bahwa tugas-tugas, kemampuan-kemampuan, hasil dan pelaksanaan bisa dispesifikasikan sebelumnya dalam kemajuan sebagai bagian pembelajaran untuk dikembangkan ke pelajar. Asumsi ini tidak membutuhkan perubahan selama pelaksanaannya, pelajarnya tidak punya keahlian tertentu yang sesuai denagn yang mereka butuhkan, unsur yang berlainan dalam proses pembelajaran ini diekstrak tanpa mempengaruhi isi keseluruhan dan pembelajaran yang dapat diamati lebih penting dari kesadaran. Tidak ada ilmu yang mendasar untuk mendukung argumen tersebut.

 

TEORI PENGEMBANGAN

John Dewey berpendapat bahwa tujuan atau teori bukanlah spesifikasi awal dari pengalaman pendidikan tapi merupakan hasil dari pengalaman. Pengalaman merupakan pendidikan, jika tersedia di dalamnya kapasitas untuk terus tumbuh. Pertumbuhan bisa membantu perkembangan dalam banyak cara tapi salah satunya melalui dialog antara guru dan pelajar yang secara bersama-sama membuat dan mengejar sebuah arah sense.

Contoh.

Siswa sebagai seorang manusia ingin untuk mengikutsertakan pengalaman yang sesuai dengan yang mereka butuhkan (Hopkins, 1954). Mereka memiliki apa yang Dewey tunjukkan sebagai pandangan akhir. Para guru mengikutsertakan mereka dalam diskusi tentang kemungkinan konsekuensi yang ada dari pembelajaran yang berpusat pada siswa. Mereka bersama-sama menyusun sebuah proses untuk pemecahan masalah yang memperkaya pengalaman siswa dengan membolehkan mereka untuk merekonstruksi dan merefleksikan pada situasi mereka dengan perspektif yang lebih besar. Untuk guru dan murid teori bukan merupakan arah petunjuk, dokumen-dokumen atau buku pedoman kurikulum tapi lebih dari sekedar petunjuk rasa yang nilainya terus tumbuh.

Pembelaan

Pertumbuhan mungkin terlihat sebagai sebuah petunjuk rasa yang tidak jelas tapi dengan sengaja dipertahankan pada keadaan ini. Untuk mendefenisikan pertumbuhan secara operasional, akan mengalahkan tujuan dari teori pengembangan. Tidak hanya ahli kurikulum tapi juga para guru bisa mengenal kebulatan tekad dari siswa itu sendiri dengan memutuskan apa yang terbaik untuk mereka. Tak ada kurikulum tanpa perwakilan yang mungkin sama dengan pendidikan demokrasi untuk tidak ada perpajakan tanpa representasi. Siswa terlibat dalam menanyakan apa itu manfaat belajar, akan jadi apa seseorang dan konsekuensi sosial dari melakukan suatu hal. Seperti siswa yang mengejar pembelajaran pada tipe ini, mereka saling berkenalan dengan pokok isi ilmu pengetahuan yang ada dan mereka saling berhubungan. Jadi mereka lebih dari sekedar mengasimilasi secara permanen pada tahap ini. Seperti masalah-masalah yang diselesaikan atau minat yang diikuti, siswa belajar untuk membuat masalah baru, persepsi yang bermanfaat, dan konsekuensi dari projek. Peredaran ini berlanjut sepanjang hidup hingga sebuah kurikulum berdasarkan pada pengembangan mempromosikan belajar seumur hidup.

Kritikan

Teori pengembangan terdengar baik secara prinsiptapi terlalu idealis. Pertama, penggunaan teori pengembangan membutuhkan guru yang mampu untuk mengikutsertakan dalam dialog yang bermakna dengan siswa. Sebagian besar belum dilatih untuk melakukan ini. Kedua, bahkan jika ada sebagian guru yang telah dilatih untuk mengikutsertakan dalam dialog beberapa orang tidak akan ingin untuk menggunakan metoda interaktif ini karena butuh usaha ekstra dan rencana yang diperlukan. Mengajar untuk banyak guru merupakan sebuah pekerjaan bukan sebuah misi hidup. Tapi jika sebagian besar menerima misi ini, mereka tidak bisa mengikutsertakan dalam dialog dengan setiap 30 siswa SD (atau 150-200 siswa untuk guru sekolah tambahan). Ketika siswa tidak tau apa yang baik untuk mereka, mereka ingin agar dikatakan apa yang baiknya dilakukan. Akhirnya proses akhir begitu terbuka. Siswa tidak akan pernah datang untuk melihat hubungan mata pelajaran penting tertentu seperti grammar, algibra, fisika dan sejenisnya.

 

TEORI PERNYATAAN

Bagian teori ini didukung oleh Elliot Eisner (1969) mengasumsikan bahwa kadang teori ini memerlukan pengadaan aktivitas untuk murid tanpa spesifikasi sebelumnya atau bahkan sebuah ide yang jelas hasil apa yang akan di dapat.

Contoh

Seorang guru mungkin membaca kutipan dari Huckleberry Finn atau literatur pengarang hebat lainnya ke siswa selama 20 menit sehari untuk beberapa minggu. Waktu mungkin diset ke samping untuk mdiskusikan buku tapi tidak ada hasil yang diberikan pada awalnya. Seorang guru mungkin bermain sebuah simfoni Mozart dan meminta pada siswa untuk menari atau menunjukkan respon lain setelah mendengar permainan simfoni itu.

Anjuran

Siswa tidak akan dibatasi oleh tujuan mengantisipasi guru-guru dan siswa akan mampu untuk menemukan pengalaman apa yang dapat disimpan mereka. Eisner mengamati hanya sedikit bahkan sangat sedikit orang yang mengatur tujuan selanjutnya yang sebelumnya menghadirkan sebuah permainan atau tontonan (Eisner, 1985). Namun demikian kita bisa belajar dan tumbuh sebesar tingkah laku dengan menghadirkan beberapa kegiatan.

Kritikan

Teori pernyataan begitu samar-samar. Sekolah seharusnya memberi harapan atau spesifikasi awal hasil belajar (lihat Johnson, 1977a). Ketika guru-guru mengemukakan cat dan kertas, guru memiliki banyak hasil belajar yang diharapkan, yang siswanya akan belajar untuk menggunakan cat, yang mereka akan mendapat keahlian atau keterampilan atau teknik mengecat dengan menonton satu yang lainnya. Dan guru-guru juga, dalam kenyataannya, akan mengekspresikan rasa atau ide yang kemudian didiskusikan, yang mana ekspresi mereka mungkin terbuka untuk menarik yang bisa mereka pelajari. Bahkan ketika kita memilih untuk menghadirkan sebuah film atau permainan/ konser, kita biasanya mendengar sesuatu tentang itu dari seorang teman, telah membaca sebuah resensi buku, atau kumpulan kecil dari iklan di koran yang akan berbicara untuk sebuah minat. Dalam sense ini, tidak melulu ekspresi tak berbentuk tapi sebuah sense individu yang belum sempurna. Hasil belajar yang diharapkan yang mendorong kita untuk menetapkan minat kita yang tumbuh sendiri. Lebih jauh lagi sebagaimana teori pernyataan menyatakan, tidak ada garansi dengan teori ekspressif yang menginginkan bahan yang dicakup, hannya sedikit yang didapat siswa dari suatu yang biasa, pengalaman hidup tanpa bimbingan sekolah. Institusi pendidikan seharunya menjadi rangkaian struktur dari hasil belajar yang diharapkan.

Curriculum Vitae Zettry

Standar

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap                        : Zettry, S.Pd

Tempat, tanggal lahir               : Bayur, 14 Juli 1992

Agama                                     : Islam

Alamat                                      : Jalan Labuah Tunggang, Jorong Kapalo Koto, Nagari Bayua, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Kode Pos 26471

Status                                      : Belum menikah

Pendidikan                              : Strata 1 Jurusan Kimia FMIPA UNP

IP Komulatif                           : 3,75 (Tiga, tujuh lima)

Riwayat Pendidikan               : SD 02 Byur 1998-2004

                                                SMPN 3 Bayur 2004-2007

                                                SMAN 1 Tanjung Raya 2007-2010

                                                Jurusan Kimia Universitas Negeri Padang 2010-2014

Artikel diterbitkan                  : Pengaruh Penerapan Metode Resitas Kartu Tugas Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Materi Laju Reaksi Kelas XI di SMAN 2 Bukittinggi di Jurnal Periodik Kimia FMIPA UNP 2014

Nomor kontak                         : 085766532790 – 085263878242

Alamat email                           : sayakimia@gmail.com

Prestasi                                    :

  1. MAHASISWA BERPRESTASI II UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013
  2. JUARA II LOMBA PENULISAN PUISI TINGKAT UNIVERSITAS NEGERI PADANG
  3. JUARA HARAPAN I LOMBA PENULISAN PUISI TINGKAT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG
  4. PERAIH PERINGKAT CUMLAUDE PADA WISUDA UNIVERSITAS NEGERI PADANG PERIODE MARET 2014
  5. PERAIH IPK TERBAIK II TINGKAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA PADA WISUDA PERIODE MARET 2014
  6. PERAIH IPK TERBAIK II TINGKAT JURUSAN KIMIA PADA WISUDA PERIODE MARET 2014

 

Keikutsertaan Seminar/ Workshop/ Organisasi :

  1. Advanced Training Nasional di Universitas Negeri Makassar Juli 2012
  2. Pemateri Seminar Akademik Kimia FMIPA UNP 2013
  3. PKKMB UNP 2010
  4. Peraih Bintang oleh LRAI UNP
  5. Pesantren Dasar FMIPA UNP
  6. FMIPA Care For Our Green Forest 2010
  7. Seminar Akademik Kimia 2012
  8. Pekan Ilmiah Kimia 2010
  9. Pekan Ilmiah Kimia 2011
  10. Pekan Ilmiah Kimia 2012
  11. Pekan Ilmiah Kimia 2013
  12. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia Serta Teknik Penulisan Artikel
  13. Panitian Bimbingan Belajar SNMPTN Kimia 2012
  14. Training Dasar Organisasi Kimia 2010
  15. Pelatihan Pengellolaan Administrasi Manajemen Organisasi Kemahasiswaan 2010
  16. Training Motivasi JKKGS
  17. Menteri Departemen PSDM BEM UNP 2012

 

 

Pengalaman Kerja :

  1. Staf pengajar JF Education Center Jan-Jun 2013 (PADANG)
  2. Staf pengajar INTELEC Education Center Agust-Des 2014 (BUKITTINGGI)
  3. Pengajar Private Jan-Mei 2014 (PADANG)

 

Memahami Buku

Standar

Kurikulum 2013..#Polemik

Blog Guru Fisika

IMG_1039Kebijakan Pemerintah melalui penyediaan buku-buku paket sebagaimana acuan Kurikulum 2013 mendorong sekolah untuk melakukan pemesanan agar seluruh siswa dan guru tidak direpotkan lagi dengan membeli buku-buku baru setiap tahunnya. Walau kenyataan tidak sejalan dengan harapan tersebut masih sangat pelan cenderung lambat karena berbagai macam gangguan teknis, mudah-mudahan bulan mendatang kesulitan distribusi buku kepada sekolah-sekolah dapat tertanggulangi.

Ada sesuatu yang menarik di balik ide penyediaan buku ini, yakni untuk menarik minat baca. Minat baca guru, terlebih-lebih kepada seluruh peserta didik di kelas X dan kelas XI.

Buku adalah kumpulan catatan, dalam hal ini sebagai buku acuan belajar tentunya berisi bahan-bahan acuan atau bahan minimalis untuk memahami suatu konteks belajar. Saya memperhatikan ada kecenderungan pembaca langsung menuju bagian pertama dari tulisan dalam buku atau bahkan hanya mencari topik yang dikehendaki saja tanpa membuka dari halaman awal.

Maka untuk memahami sebuah buku yang pembaca lakukan dimulai dengan :

  1. Membaca halaman cover atau halaman…

Lihat pos aslinya 189 kata lagi

Persaingan Ponsel Android “Quad-core” Lokal

Standar

I am the member

EDUKASI DAN TEKNO

0019481620X310
Indonesia Cellular Show (ICS) 2013 menjadi tempat pamer produk bagi produsen elektronik lokal yang memiliki lini produk perangkat mobile. Untuk kategori ponsel pintar, kebanyakan produsen memilih untuk adopsi sistem operasi Android.

Bukan hanya sistem operasi, produsen lokal mulai meningkatkan spesifikasi perangkat keras agar produk mereka punya performa yang baik. Tak tanggung-tanggung, beberapa produsen memilih untuk membenamkan prosesor empat inti (quad-core) di ponsel pintar terbaiknya.

Namun, perlu diketahui, prosesor quad-core yang dipakai bukanlah tipe papan atas. Anda membutuhkan aplikasi penguji performa di Android seperti Antutu, untuk mengetahui performanya.

Produsen lokal apa saja yang memiliki ponsel Android dengan prosesor quad-core? Berikut daftarnya sesuai pantauan Smd Tekno di ICS 2013.

1. Mito A355
– Prosesor quad-core Qualcomm Snapdragon 8225Q 1,2GHz
– Unit pemroses grafis Adreno 203
– RAM 512MB
– Memori internal 4GB dapat diperluas dengan MicroSD
– Layar 5,3 inci, TFT Capacitive
– OS Android 4.1 (Jelly Bean)
– Kamera belakang 8MP…

Lihat pos aslinya 232 kata lagi